Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Dasar Hukum Perdata

Hidup merupakan pilihan, nah itulah putusan yang diambil oleh setiap siswa yang baru lulus dari bangku sekolah menengah atas, ada yang memilih untuk kuliah, ada yang memilih untuk bekerja, semua hal itu ada alasan tersendiri bagi setiap orang. Tidak mudah untuk mengambil pilihan untuk melanjutkan jenjang kuliah di Fakultas Hukum. Butuh mental dan pondasi yang kuat untuk memulai karir dibidang hukum. Namun itu semua dapat dilewati apabila ada ketekunan dan kerja keras yang tinggi.

Sebagai mahasiswa yang melanjutkan perguruan tinggi bidang studi di Ilmu Hukum, tentu tidak asing mengenai hukum perdata. Awal perkuliahan akan membahas dasar-dasar dari hukum itu sendiri. Nah.. awal ini kita akan membahas mengenai Dasar dari Hukum Perdata.
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antara individu dengan individu dengan menitikberatkan pada kepentingaan perseorangan. Hukum perdata digolongkan kedalam hukum menurut isinya yang tersusun didalam bagian Hukum Privat. Istilah hukum perdata berasal dari Belanda artinya Warga (Burger), pribadi (privat) bukan militer (civiel) diperkenalkan pertama kali di Indonesia oleh Prof. Dr. Djojodiguno.

Dasar Berlakunya Hukum Perdata
KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA di Indonesia adalah Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 yang menyatakan bahwa:
“Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-undang Dasar ini”.

Sumber – Sumber Hukum Perdata
Sumber Hukum Tertulis
  • AB ( Algemene BepalingWetgeving): ketentuan umum pemerintahan Hindia Belanda.
  • KUH Perdata (BW)
  • KUH Dagang (Wvk)
  • Undang-Undang No. 05 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria 
  • Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Perkawinan
  • Undang-Undang No 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas tanah beserta benda yang berkaitan dengan tanah.
  • Undang-Undang No 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia
Sumber Hukum tidak Tertulis
  • Hukum kebiasaan
  • Sebagian Hukum Adat
Sejarah singkat Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata yang dikenal dengan istilah Burgelijk Wetboek (BW) adalah kodifikasi hukum perdata yang disusun di Negei Belanda. Penyusunan tersebut sangat dipengaruhi oleh Hukum Perdata Prancis (code napoleon), disusun berdasarkan hukum Romawi (Corpus Juris Civillis) yang pada waktu itu dianggap sebagai hukum yang sempurna. Hukum perdata bersumber dari pokok kitab UU sipil yang berlakudi Indonesia sejak 1 Mei 1848. Kitab BW ini merupakan salinan dari BW kerajaan Belanda, didasarkan atas Asas Konkordansi.

Asas Konkordansi

ASAS PENYESUAIAN ATAU ASAS PERSAMAAN TERHADAP BERLAKUNYA SISTEM HUKUM DI INDONESIA YANG BERDASARKAN PADA KETENTUAN PASAL 131 AYAT (2) I.S. YANG BERBUNYI: “Untuk golongan bangsa Belanda untuk itu harus dianut atau dicontoh undang-undang di negeri Belanda”.
HAL INI BERARTI BAHWA HUKUM YANG BERLAKU BAGI ORANG-ORANG BELANDA DI INDONESIA HARUS DISAMAKAN DENGAN HUKUM YANG BERLAKU DI NEGERI BELANDA

Sistematika Hukum Perdata

Sistematika hukum perdata terbagi menjadi 2 macam yaitu:
1. Sistematika Hukum Perdata menurut BW
a. Buku I Tentang Orang (Van Persoon)
b. Buku II Tentang Kebendaan (Van Zaken)
c. Buku III Tentang Perikatan (Van Verbintenisen)
d. Buku IV Tentang Pembuktian dan Daluarsa (Van Bewijs en Verjaring)

2. Sistem Hukum Perdata Menurut ahli hukum (Doktrin)
a. Hukum Perseorangan (Personen Recht)
b. Hukum Keluarga (Familie Recht)
c. Hukum Kekayaan (Vermogens Recht)
d. Hukum Pewarisan (Erfrecht)

Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1963 menyatakan beberapa pasal yang ada dalam KUH Perdata dinyatakan tidak berlaku lagi Pasal 108 s.d. 110 tentang ketidakwenangan bertindak dari istri.
  1. Pasal 284 ayat (3) tentang pengakuan anak luar kawin yang lahir dari wanita Indonesia Asli.
  2. Pasal 1579 yang menentukan bahwa dalam sewa menyewa barang,pemilik tidak dapat menghentikan sewa dengan alasan akan memakai sendiri barangnya.
  3. Pasal 1682 yang mengharuskan penghibahan dengan akta notaris.
  4. Pasal 1238 yang menentukan bahwa pelaksanaan suatu perjanjian hanya dapat diminta di depan hakim, jika didahului dengan penagihan tertulis.
  5. Pasal 1460 tentang resiko dalam perjanjian jual beli barang ditentukan resiko ada pada pembeli.
  6. Pasal 1630 yang mengadakan diskriminasi atara orang Eropa dan bukan Eropa dalam perjanjian perburuhan.


Posting Komentar untuk "Dasar Hukum Perdata "